25/03/11

Asal Kata Tomohon



Nama Tomohon berasal dari kata Tou Mu'ung, yang berarti orang Mu'ung. Tidak begitu jelas mengapa dinamakan orang Mu'ung. Tapi dengan adanya sebuah mata air besar bernama Mu'ung yang kini terdapat di Kelurahan Matani II, diduga inilah asal mula penamaan tempat ini. Tou Mu'ung yang karena gubahan lidah berubah menjadi Tomohon. Orang Tomohon sering juga disebut orang Toumbulu, yaitu penduduk pengguna bahasa sub etnis Toumbulu. Toumbulu artinya orang wuluh, atau orang gunung. Hingga kini pengguna bahasa Tombulu terdapat di kurang lebih 120 negeri baik yang berstatus desa maupun kelurahan. Kawasan bahasa ini, tidak saja meliputi wilayah administrasi pemerintahan kota Tomohon sekarang, tetapi juga mencakup sebagian pemukiman di kota Manado, kec. Tombariri, Kec. Airmadidi, Kec. Pineleng dan Kec. Sonder. Sejak jaman Hindia Belanda, Tomohon sudah dikenal sebagai sebuah kota kecil di dataran tinggi Minahasa. Nama Tomohon sudah tercatat dalam buku-buku para ilmuwan dari Eropa di abad XIX. Antropolog terkemuka Alfred Russel Wallace dalam bukunya tahun 1859 sudah menyebut-nyebut Tomohon sebagai tempat kediaman Hukum Besar dan Hukum Kedua. Ini berarti Tomohon waktu itu adalah wilayah Distrik dan Onderdistrik membawahi beberapa Onderdistrik yang sekarang disebut kecamatan. Pendeta Nicolas Grafland, sekitar tahun 1855, mencatat dalam bukunya tentang Tomohon. Ia secara rinci menyebutkan jumlah penduduk yang ada di negeri atau kampung-kampung di Tomohon, seperti Talete, Kamasi, Kolongan, Paslaten, dan sebagainya. Dari catatan itu terlihat bahwa warga Tomohon, 150 tahun silam masih sangat sedikit. Tomohon sejak jaman VOC memang sudah dikenal sebagai tempat akumulasi hasil bumi jenis kopi, tanaman monokultur zaman itu. Selain gudang kopi, di Tomohon sejak abad XVIII sudah dibangun loji (lodge) yaitu markas Kompeni. Dari Tomohon, hasil bumi diangkut dengan pedati ke gudang-gudang di Pelabuhan Manado untuk selanjutnya dikapalkan di Eropa. Bersamaan kegiatan dagang VOC, para misionaris Eropa dari Belanda dan Jerman melalui badan misi NZG (Nederlands Zendelingen Genootschap), juga menggiatkan penyebaran ajaran agama Kristen di wilayah ini. Tak heran jika Tomohon sekarang jadi pusat kegiatan organisasi Gereja Katolik maupun Protestan. Di awal abad XX, Tomohon mulai berkembang jadi kota mungil, memikat banyak pendatang dari berbagai bangsa. Orang Eropa memilih kota ini sebagai tempat pemukiman karena udaranya sejuk, tanahnya subur dan penduduknya ramah. Mereka berprofesi sebagai guru, dokter, pendeta, ilmuwan dan sebagainya. Desa Kaaten dipilih menjadi Lokasi perumahan yang khas. Sisa-sisa rumah tinggal mirip bungalow sekarang masih ada dan telah dipugar. Selain bangsa Eropa, orang Cina, Arab, India dan Jepang juga tertarik datang ke Tomohon. Mereka Umumnya pedagang. Malahan keturunan etnis Cina sekarang mendominasi urat nadi perdagangan di Kota ini. (catatan: di sebagian Kakaskasen I sekarang dulunya disebut sebagai kampung cina) Orang India juga masih tersisa berupa Toko Bombay yang ada di Kota ini (catatan: Toko Bombay terakhir sudah ditutup awal tahun 2006 dan pemiliknya telah kembali ke Bombay, India). Orang Jepang pernah berdagang di Tomohon, ternyata melakukan kegiatan spionase untuk merintis jalan pendudukan tentara Jepang pra Perang dunia II. Tomohon dijadikan basis militer pasukan Kagayagi Butay. Mayjen Endokaka dan Jendral Anami dari Kaygun pernah bermarkas di kota ini. Banyak pabrik, bengkel, gudang-gudang, rumah sakit, untuk kebutuhan militer Jepang ditempatkan di Tomohon. Bahkan konsentrasi wanita penghibur yaitu Yugun Ianfu diadakan Jepang juga di Tomohon. Sesudah Jepang ditundukkan bom atom sekutu AS pada Agustus 1945, Tomohon sejenak dimasuki pasukan Australia yang datang menawan tentara Jepang. Kemudian wilayah ini kembali dikuasai Belanda dengan menjadikan Tomohon sebagai tempat perekrutan tentara KNIL. Sementara itu pejuang kemerdekaan RI seperti LRRI dan PPI, juga bersarang di Tomohon. Peristiwa penurunan Bendera Belanda, sempat terjadi di Tomohon pada tahun 1946. Kongres Rakyat di Tomohon Tahun 1946. Sebagai hasil perundingan antara pihak delegasi Indonesia dan delegasi sekutu pada tanggal 24 Februari 1946 diatas geladak kapal SS El Libertador, maka diadakanlah Referendum pada tanggal 25 Februari 1946 di Gedung Balai pertemuan Kristen Tomohon. Acara ini dilaksanakan untuk mendengar aspirasi rakyat Minahasa-Sulawesi Utara, apakahmasih setia kepada pemerintah Republik Indonesia atau kembali dijajah oleh Pemerintah Belanda. Kongres Rakyat ini dipimpin oleh Residen BW Lapian dan dihadiri oleh wakil-wakil dari daerah seperti Raja Bolaang Mangondow, Kepala Daerah Gorontalo, Tokoh-Tokoh Republik, hulubalang distrik, hulubalang besar dan para staf pemerintahan serta wakil pemuda mendampingi residen BW Lapian sebagai pimpinan kongres adalah Hukum Besar Lasut. Dengan semangat yang berapi-api, para pemuda Indonesia dan semua yang hadir memberikan dukungan kepada kongres tidak melakukan perundingan dengan pihak Belanda. Di Tomohon, sejarah mencatat pada tanggal 25 Februari 1946 rakyat Indonesia telah mengadakan kongres dengan hasil keputusan bulat menolak kekuasaan pemerintah Belanda. Pada masa pergolakan Permesta di tahun 1957-1961, Tomohon menjadi pusat konsentrasi pasukan Permesta, kedudukan Markas Sektor III KDM-SUT, pimpinan Mayor Edi Mongdong, kemudian dibebaskan TNI dan diduduki Yon 501 dari Divisi Brawijaya. Selanjutnya kota Tomohon menjadi terkenal ke mancanegara, karena penyelenggaraan Kongres PGI tahun 1980, dan berbagai event bertaraf nasional dan internasional lainnya yang sempat digelar di Auditorium Bukit Inspirasi Tomohon. Perkembangan peradaban dan dinamika penyelenggaraan pembangunan dan kemasyarakatan dari tahun ke tahun menjadikan Tomohon sebagai salah satu ibukota kecamatan di Kabupaten Minahasa. Dekade awal tahun 2000-an masyarakat di beberapa bagian wilayah kabupaten Minahasa melahirkan inspirasi dan aspirasi kecenderungan lingkungan strategis baik internal maupun eksternal untuk melakukan pemekaran daerah. Berhembusnya angin reformasi dan diimplementasikannya kebijakan otonomi daerah, semakin mempercepat proses akomodasi aspirasi masyarakat untuk pemekaran daerah dimaksud. Melalui proses yang panjang secara yuridis dan pertimbangan yang matang dalam rangka akselerasi pembangunan bangsa bagi kesejahteraan masyarakat secara luas, maka Pemerintah Kabupaten Minahasa beserta Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Minahasa merekomendasikan aspirasi masyarakat untuk pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan, Kota Tomohon, dan Kabupaten Minahasa Utara; yang didukung oleh Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara. Pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon ditetapkan Pemerintah Pusat dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2003, dan pembentukan Kabupaten Minahasa Utara melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2003. Terbentuknya lembaga legislatif Kota Tomohon hasil Pemilihan Umum Tahun 2004, menghasilkan Peraturan Daerah Kota Tomohon Nomor 22 Tahun 2005 tentang Lambang Daerah dan Peraturan Daerah Kota Tomohon Nomor 29 Tahun 2005 tentang Hari Jadi Kota Tomohon. Kota Tomohon diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Harry Sabarno atas nama Presiden Republik Indonesia pada tanggal 4 Agustus 2003.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Novryxc - Pemuda Petra Kinilow | Cacatan IT